Arca Dewi Srii
Cerita tertua yang menghubungkan Dewi Sri dengan tumbuh-tumbuhan khususnya padi adalah kitab Tantu Panggelaran dari abad XV-XVI. Pada kitab ini, biji-bijian atau tumbuh-tumbuhan tidak berasal dari tubuh Dewi Sri, melainkan dari tembolok burung milik dewi tersebut.
Meskipun kisah Dewi Sri cukup populer, beberapa data arkeologi menunjukkan bahwa Dewi Sri belum dianggap sebagai dewi yang khusus menguasai padi pada masyarakat Jawa kuno. Memang, banyak temuan arkeologi berupa cincin mengandung tulisan “Sri”. Namun dari hurufnya diperkirakan cincin tersebut berasal dari abad VII-IX, jauh sebelum mitos Dewi Sri dikenal. Lagi pula, hurufnya sering kali diberi kombinasi dengan mantera “Om”. Jadi berhubungan dengan ritual keagamaan, bukan dengan pertanian.
Di Jawa Timur, antara Madiun dengan Gunung Semeru, banyak dijumpai bangunan kecil yang disebut “lumbung”. Pada atapnya sering kali terdapat tulisan “Sri”. Groeneveldt berpendapat bahwa bangunan-bangunan kecil tersebut dipergunakan untuk upacara di sawah, memuja Dewi Sri penguasa padi. Namun Stutterheim lebih condong menghubungkan Sri dengan usaha mencapai moksa atau kelepasan jiwa. Tidak adanya kesamaan pendapat tentu saja menyulitkan kesimpulan terhadap Dewi Sri.
Biarpun begitu mitos Dewi Sri sebagai penguasa padi sangat melegenda pada abad XV-XVI dan abad-abad kemudian. Ini mungkin karena adanya sejumlah penemuan Dewi (Sri?) sedang memegang setangkai padi. Cerita turun-temurun mengatakan, dulu upacara penanaman dan panen padi selalu berlangsung meriah. Masyarakat benar-benar menghormati Dewi Sri dan Dewi Ibu sehingga negeri kita berjulukan “Gemah ripah loh jinawi”. Bahkan, kita sering mengalami surplus beras sehingga diekspor ke berbagai negara sebagaimana berita-berita kuno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar